SURABAYA (SUARAINDONESIA.NET) Dugaan penyerobotan tanah aset desa kembali mencuat di Kabupaten Sidoarjo. Kali ini menyeret nama Kepala Desa (Kades) nonaktif Trosobo, HA, dan mantan Ketua BPD, SP Keduanya dituding mengalihkan tujuh bidang tanah milik desa menjadi sertifikat atas nama pribadi melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023.
Laporan dugaan penyalahgunaan wewenang itu diungkap warga Trosobo, Tantri Sanjaya, yang melaporkannya ke Ditreskrimsus Polda Jawa Timur.
“Saya menemukan ada tujuh bidang tanah yang seharusnya aset desa, tapi berubah jadi atas nama pribadi. Tiga atas nama HA dan empat atas nama SP, ” ungkap Sanjaya,(3/9).
Kasus ini makin pelik setelah muncul dugaan keterlibatan anggota DPRD Sidoarjo, SA yang disebut menerima gratifikasi dana bantuan pembangunan BUMDes Wahana Wisata Edukasi Tirta Banyu Bening.
Tak berhenti di situ, Sanjaya mengaku mendapat tekanan dari seorang perantara bernama Kyai Umar, warga Jatikalang, Krian. Umar mendatanginya dan meminta laporan dicabut, bahkan menawarkan uang damai Rp 5 juta.
“Saya ditawari uang lima juta rupiah agar mencabut laporan di Polda. Tapi saya tolak. Ini bukan soal uang, ini soal keadilan dan kebenaran,” tegas Sanjaya.
“Saya minta aparat penegak hukum transparan. Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan hanya karena aset desa bisa seenaknya berubah jadi milik pribadi,” tuturnya.
Sementara itu, Plh Kades Trosobo, Sukaryono, membenarkan adanya upaya penyerahan sertifikat tanah oleh kuasa hukum Heri dan Supriyo. Namun, ia menilai langkah itu justru janggal.
“Isi surat kuasa itu menyebutkan bahwa setelah sertifikat diserahkan ke pihak desa, maka segala tanggung jawab atas tanah tersebut bukan lagi menjadi urusan mereka (HA dan SP). Ini sangat tidak etis, padahal sertifikat itu secara ilegal sudah menjadi atas nama pribadi mereka,” ujar Sukaryono.
Menurutnya, Pemdes Trosobo jelas dirugikan dalam kasus ini. “Aset desa tidak bisa seenaknya dialihkan. Program PTSL itu seharusnya untuk rakyat, bukan untuk kepentingan individu,” tegasnya.
Setelah laporan tidak dicabut oleh pelapor, pihak kuasa hukum menarik kembali dokumen sertifikat dari desa. Situasi ini menambah kecurigaan publik adanya permainan dalam proses pengalihan tanah. Bahkan, satu bidang tanah yang telah disertifikatkan atas nama SP sempat dijual, meski kemudian dibatalkan dan uang dikembalikan.
Kasus dugaan penyerobotan tanah aset desa dan gratifikasi BUMDes ini kini dalam tahap penyelidikan Ditreskrimsus Polda Jatim. Masyarakat menanti proses hukum yang adil tanpa pandang bulu. (SI/RED)