OPINI* (SuaraIndonesia.net)–Menjelang perhelatan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia pada tahun 2024 ini, sering diulas dan dibahas tentang petahana. Mulai persoalan kepemimpinan hingga perihal pribadi petahana tidak luput menjadi bahan ulasan oleh tim yang bukan “petahana “.
Hemat penulis, petahana dianggap lawan bersama atau lawan berat bagi sebagian orang yang mendukung bakal calon lain yang tentunya bukan “petahana”. Dari yang bukan ahli di bidangnya hingga merasa menjadi ia menguasai di bidangnya pun banyak bermunculan, seolah terkesan kata orang jawa “onok seng macak i” ( ada yang dandani). Didandani jaran buto, buto jaran, wirosableng, dan yang lain.
Selain itu, cara yang mungkin dianggap efektif melawan petahana oleh pihak bukan petahana adalah dengan menggiring opini. Cara ini dianggap ampuh untuk membentuk pola pikir dan sudut pandang masyarakat terhadap petahana sesuai yang diharapkan pihak bukan petahana.
Layaknya kabupaten Banyuwangi, Bupati perempuan yang memiliki ciri khas senyum manis dan ramah tersebut akhir – akhir ini juga sering diulas dan dibahas. Dengan kelebihan yang Ipuk jalankan harusnya juga diapresiasi meskipun juga dianggap ada kekurangan dengan kepemimpinan yang kurang dari 5 tahun dan di 2 tahun menghadapi Covid-19.
Bupati Ipuk dengan kekurangannya dalam implementasi program kerja, baik bisa diterima. Lalu bagaimana dengan capaian yang sudah diraih oleh Ipuk sebagai Bupati dan timnya serta semua elemen yang mendukung kemajuan Banyuwangi?
Penulis rasa itu juga harus diakui dengan apresiasi dong. Jika Ipuk dianggap tidak kerja untuk masyarakat padahal Ipuk sudah menjalankan roda pemerintahan dan berkontribusi langsung untuk masyarakat, lalu bagaimana dengan bakal calon yang lain, apakah lebih baik dari Ipuk dan lebih banyak berbuat untuk Banyuwangi?
Semoga para milenial bisa turut serta membawa dan menyuguhkan politik sehat, politik bermartabat. Baik katakan baik, kurang baik katakan kurang baik disertakan solusi.
*Penulis: Veri Kurniawan S.ST.,S.H