Oleh: Syafaat
SuaraIndonesia.net–Pagi ini saya sedang piket di loby seperti biasanya, kebetulan ada kloter yang baru datang tadi malam, wajahnya masih terlihat lelah karena baru saja melaksanakan umroh, senyum bahagia masih sempat ditebarkan menambah hangat suasana Makkah yang memang hangat.
Saya lupa namanya, bahkan lupa apakah pernah bertemu dengannya sebelumnya ataukah belum, sekuntum mawar ungu semerbak harum diserahkan, secantik orang yang menyerahkan.
Ternyata di bumi gersang yang tanahnya terdiri dari pasir dan bebatuan ini ada banyak mawar yang bisa kita nikmati, merekah seperti gadis belia yang bermakna dengan alam.
Saya tidak memperdulikan apakah pernah bertemu sebelumnya ataukah tidak, bahkan senyum manisnya juga berharap segera pudar dari ingatan.
Di tanah haram mempunyai aturan sedikit berbeda, seperti halnya ramadhan sebagai tempat mengekang diri dari nafsu yang tidak terkendali.
Ada banyak niat di kepala orang-orang yang datang, tidak semuanya murni ibadah, namun bisa jadi mereka hanya mengejar nikmatnya dunia.
Saya kira Makkah benar-benar gersang, panas menyengat tak banyak menumbuhkan buah-buahan, dan hanya kurma saja yang memang tumbuh subur di tanah ini, namun nyatanya entah dari mana datangnya buah-buahan segar banyak ditemukan di mana-mana, mawar segar kita temukan di loby hotel, terutama pertama kali kita datang.
Hotel kami dekat dengan taman,vada rumput hijau terlihat dari jauh, beberapa jamaah memanfaatkan senam dan jalan-jalan menjaga kebugaran, para tenaga kesehatan memandu mereka yang melakukan senam haji, sebuah senam ringan yang diperuntukkan bagi mereka yang sudah tidak muda lagi, beberapa diantaranya hanya jalan jalan di lorong depan kamar.
Saya penasaran dengan hijaunya rerumputan tersebut yang seakan tak layu dengan panasnya alam, tetap segar meski banyak kaki menginjaknya, terlihat sangat alami meskipun pada akhirnya saya tahu bahwa itu hanya rumput sintetis saja.
Kita menyiapkan para jamaah ini tetap sehat agar di puncak haji, entahlah apa hubungannya mawar ungu dengan jamaah haji, saya pernah menanyakan kepada Nona Cici, dokter cantik yang pagi itu juga sedang jaga di pos kesehatan, namun hanya senyum yang diberikan sebagai jawaban.
Setiap pagi kita jalan-jalan ke kamar kamar jamaah, ngobrol dengan mereka yang kadangkala hingga lupa waktu. Kita seperti saudara yang lama tidak bertemu, cerita-cerita kehidupan keluar dari mulut mereka, tentang tanaman pagi menguning hingga anak-anak yang mulai dewasa.
Masih terngiang dalam ingatan, pertama kali datang di hotel, disambut alunan shalawat, beberapa gadis cantik berjilbab hitam menyambut dengan memasang gelang maktab, mengalungkan kartu seperti para juara mendapat medali, gadis cantik berhidung mancung juga menyerahkan mawar merah maron, mawar asli yang entah dipetik darimana, hati terasa tentram karena kita disambut dengan senyum kehangatan.
Mungkin mawar yang sekarang ada di tanganku merupakan mawar sambutan selamat datang.
Makkah, 07-06-2024