Oleh: Syafaat
OPINI (SuaraIndonesia.net)–Ketika kita minum air zamzam, sambil berdiri menghadap Kabah kita membaca doa yang artinya “Ya Allah! Sesungguhnya aku bermohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas dan penawar bagi segala penyakit; Dengan Rahmat-Mu, Wahai Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang!”
Tidak salah jika banyak yang bertanya dengan maksud dari doa tersebut, apa hubungannya minum air zamzam dengan memohon ilmu yang bermanfaat dan rezeki yang luas, karena zam-zam berbentuk air, dan apakah dengan minum air zamzam tersebut mendapat ilmu yang bermanfaat? Rezeki yang luas?
Sai merupakan salah satu rukun haji maupun umrah, ritual sai dengan cara berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke Marwa sebanyak tujuh kali merupakan Napak tilas yang dilakukan Siti Hajar, isteri dari Nabi Ibrahim AS ketika mencari air untuk putranya Ismail AS, yang saat itu ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim AS untuk sebuah keperluan.
Kita mungkin bertanya mengapa Siti Hajar yang sudah hidup bertahun tahun di sekitar Ka’bah dan yakin tahu bahwa di bukit Shafa dan Marwa yang letaknya tidak jauh dari Ka’bah tersebut tidak ada air.
Nabi Ismail AS merupakan gambaran seorang anak yang sangat taat terhadap perintah Tuhan yang disampaikan melalui orang tuanya, meskipun bagi orang biasa, perintah tersebut merupakan perintah yang tidak masuk akal.
Namun Ismail AS tahu dan yakin bahwa orang tuanya adalah seorang nabi, dan yang diterimanya merupakan perintah nabi dan bukan bisikan setan.
Sepandai apapun ilmu seseorang, tidak akan ada artinya jika tidak dimanfaatkan, dimengerti dan di fahami. Dan yang dilakukan Ismail AS merupakan salah satu gambaran ilmu yang bermanfaat.
Keluarga Nabi Ibrahim AS bersama isterinya Siti Hajar merupakan gambaran keluarga yang patuh dan taat kepada perintah Tuhannya, Nabi Ibrahim AS mendapatkan perintah khitan ketika usianya sudah tua, serta dikaruniai seorang putra.
Begitupun dengan Siti Hajar yang dengan tabah harus merawat anaknya sendirian karena ditinggal oleh suaminya untuk keperluan tertentu.
Siti Hajar merupakan gambaran istri yang taat, yang tahu apa yang harus dilakukannya ketika suaminya tidak ada di rumah. Sebelum pergi meninggalkan istri dan anaknya, Nabi Ibrahim berpesan kepada istrinya,
“Tetap Bertakwalah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-kehendak-Nya. Percayalah kepada kekuasaan dan rahmat-Nya. Dialah yang memberikan perintah kepadaku untuk membawamu (istri) ke sini.
Dialah yang akan memberikan perlindungan di tempat yang sunyi ini. Seandainya bukan karena perintah dan Wahyu dari Allah, aku sama tidak tega untuk meninggalkan kamu bersama anakku yang aku cintai.
Percayalah wahai Hajar bahwa Allah tidak akan menelantarkan kalian berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan berkah-Nya akan selalu turun untuk selamanya, insya Allah.”
Dia paham betul ketika putranya kehausan dan tidak ditemukan air, dialah yang harus berusaha mencarinya, berlari-lari kecil antara bukit Shafa ke bukit Marwa yang dia tahu sebelumnya bahwa disitu tidak ada air.
Namun dia memahami bahwa yang dilakukan merupakan sesuatu yang harus dilakukan, dan yang dilakukan adalah petunjuk Tuhan.
Air tidak ditemukan diantara Shofa dan Marwa, dan tidak ditemukan langsung melalui tangan isteri Ibrahim AS, melainkan keluar dari bawah kaki Nabi Ismail AS yang digerakkan kedalam pasir yang kemudian kita kenal dengan istilah air zamzam.
Meskipun air keluar dari pasir yang digali dari kaki Ismail AS yang masih sangat kecil, bukan berarti usaha yang dilakukan Siti Hajar sia-sia, karena begitulah tuhan memberikan rizki, mengabulkan doa terhadap hambanya.
Bisa jadi usaha dan doa seorang ibu dijawab melalui rizki yang diterima putranya, bisa jadi pula seorang suami bekerja di luar, namun rizki diberikan melalui isterinya yang berdiam diri di rumah.
Sebagaimana kisah Siti Hajar ketika mencari air zam-zam tersebut merupakan rizki yang sangat luas dan bukan hanya keluarga Ibrahim AS yang menikmati, namun bisa semua manusia hingga kiamat tiba.
Tiga hal yang kita minta dari doa meminum air zamzam berkaitan erat dengan sejarah ditemukannya air zamzam tersebut.
Ritual haji merupakan ibadah fisik yang penuh dengan makna. Kesabaran dan keikhlasan merupakan kunci dari kemabruran. Ibadah yang hanya dapat dilakukan di waktu dan tempat tertentu tersebut ditempatkan pada urutan terakhir rukun Islam.
Kemabruran ibadah haji bukan hanya dari banyaknya dzikir yang dibaca, melainkan juga kepekaan sosial terhadap sesama.