OPINI* (SuaraIndonesia.net)–Bajak laut musiman di Negeri Dongeng kini kian pesat berkembang. Tidak hanya musim panas dan musim hujan, namun yang menjadi antisipasi bawahan diwanti-wanti oleh pemangku jabatan salah satunya adalah bajak laut musiman.
Bajak laut musiman ini menargetkan para pengepul atau bos yang tidak lain memiliki stok barang berharga dan kebijakan lebih yang dianggap bisa diajak kompromi. Bajak laut musiman ini memiliki banyak kelompok dan dengan karakteristik masing-masing.
Demi keamanan dan kondusifitas wilayah, para bos itupun menyambut hangat para perompak atau bajak laut musiman tersebut untuk diajak berdialek tentang apa keinginannya.
Masing-masing perompak atau bajak laut musiman pun siap menerima negosiasi dan menawarkan negosiasi untuk kondusifitas wilayah. Tak khayal, masing-masing perompak pun memiliki kedekatan dengan para bos yang berbeda-beda pula.
Sekilas Percakapan Bajak Laut Musiman dengan Perwakilan Bos di Suatu Wilayah.
Bajak Laut : Hai bos, ini sudah awal tahun, apakah kamu mau wilayah dan pekerjaanmu aman dan kondusif?
Bos : Tentu Bajak Laut, karena ini adalah masalah kemaslahatan banyak orang. Apa yang harus kita lakukan agar semua berjalan kondusif?
Bajak Laut : Begini saja, saya dengan anak buahku yang banyak ini meminta pekerjaan ke kamu. Bagaimana jika pekerjaaanmu saya yang mengawal?
Bos : Wah ini kan banyak Bajak Laut yang lain, tidak hanya anda saja tuan. Lalu bagaimana yang lain?.
Bajak Laut : Silakan tentukan saja bagaimana komposisi pembagiannya. Yang jelas saya harus lebih banyak karena anak buah saya lebih banyak dan saya tahu rahasia anda.
Bos : Wah jangan gitu tuan Bajak Laut, baiklah biar saya atur nanti. Saya akan memilih dan memilah. Sekiranya menurut saya Bajak Laut lain yang tidak memiliki jumlah banyak dan tidak berbahaya ya saya berikan sedikit peran saja atau tidak saya respon sama sekali saja.
Bajak Laut : Nah ini yang saya mau, anda ingkar akan saya bongkar semua bobrok anda dan bisnis anda agar penegak hukum tahu dan masa depan anda hancur.
Sekilas cerita dari penulis ini hanya fiksi belaka. Penulis menggambarkan bahwa semua itu bisa kondusif jika ada kesepakatan dan kesepahaman. Dan yang utama diakui atau tidak, jumlah personil akan menentukan kita diperhitungkan atau tidak. Kuantitas lebih dilihat oleh para bos dibanding kualitas.
*Penulis: Veri Kurniawan S.ST., S.H (FORUM ANALISIS KEBIJAKAN DAN PEMBANGUNAN DAERAH/FOSKAPDA)