OPINI* (SuaraIndonesia.net)–Ipuk Fiestiandani adalah Bupati
Banyuwangi periode 2021-2024. Istri Menteri PAN RB, Abdullah Azwar Anas ini juga diprediksi kembali maju dalam momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang digelar serentak 27 November tahun 2024.
Tentu, sebagai petahana, dia tergolong calon yang paling populer jika dibandingkan dengan kompetitor lainnya. Calon incumbent memiliki cukup banyak kelebihan dan keistimewaan.
Ibarat perang, Bupati Ipuk memiliki pasukan yang siap tempur, oleh karena itu angka kemenangan bisa mencapai 60-80 persen jika dibandingkan penantang.
Tapi, apakah petahana sulit ditumbangkan? Jawabannya masih ada peluang bagi penantang. Kans untuk mengalahkan incumbent masih terbuka meskipun prosentase masih 30-40 persen. Namun demikian, berapapun prosentasenya kans menang untuk penantang masih ada.
Ya perlu kita simak bersama, calon petahana memang lebih populer dan familiar di kalangan rakyat. Selain karena telah bekerja dengan program yang sudah bisa dirasakan nyata oleh masyarakat. Sementara sang kompetitor masih akan melakukan sesuatu program atau konsep berupa visi misi untuk masyarakat.
Bupati Ipuk lebih populer dan tingkat elektabilitasnya lebih tinggi karena memang kerap kali bersentuhan langsung dengan masyarakat. Nyaris setiap hari bisa leluasa menaikkan tren positif di berbagai media baik cetak maupun online. Sebagai pejabat publik, tentu Bupati Ipuk kerap kali tampil dan kiprahnya diceritakan di berbagai media. Ini kelebihannya.
Oleh karena itu, jika dibandingkan dengan aktor-aktor politik atau calon rival, Bupati Ipuk cenderung lebih unggul dan menempati rating tertinggi.
Kelebihan lainnya adalah, sebagai pemangku kebijakan paling tinggi di Kabupaten Banyuwangi, tentu Bupati Ipuk memiliki instrumen pendukung. Salah satunya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) atau birokrat.
Sebab, adanya birokrat ini yang selalu membantu tugas dan program kerja pemerintah daerah yang di komando langsung oleh Bupati Ipuk. Tentu, untuk memenuhi target-target dan capaian sesuai visi-misi selama periodenya.
Ya, memang birokrat berdasar Undang-undang memang dilarang terlibat kampanye di pertarungan politik. Namun demikian, hal itu bisa berbeda dengan kondisi di lapangan. Keberpihakan birokrat tentu ada, apalagi sang petahana kembali maju sebagai calon.
Bagi sang rival jangan putus asa. Peluang mengalahkan petahana tidak sepenuhnya tertutup. Beragam cara bisa dilakukan bagi penantang baru. Yang jelas, penantang jangan pernah memikirkan pemilih dari unsur birokrat. Anggap saja, birokrat berpihak kepada petahana. Sehingga pikiran simple itu bagi rival akan memiliki target-target lain yang lebih besar supaya bisa mengalahkan petahana.
Untuk mencermati posisi petahana yang lebih unggul, calon penantang juga tidak perlu merasa berkecil hati. Tidak sedikit petahana tumbang dalam pertarungan di Pilkada. Sebab, calon rival juga memiliki strategi yang mumpuni.
Misalnya, tingkat kinerja era Bupati Ipuk seperti apa? Tingkat kepuasan masyarakat capaiannya sudah berapa persen? Janji-janji politik selama masa kampanye sudah dituntaskan apa belum?
Selain itu, banyak sektor yang bisa dibajak dan bisa menyudutkan yang artinya bisa menjadi kelemahan petahana. Misalnya lagi, faktor kemiskinan apakah menurun, tingkat kesejahteraan masyarakat meningkat atau tidak, angka pengangguran, daya beli masyarakat, atau harga kebutuhan pokok terjangkau atau tidak.
Petahana bisa kelabakan jika melihat fenomena di lapangan yang terjadi dalam periode akhir-akhir ini.
Bagi calon penantang juga perlu menunjukkan kelebihan. Seperti dari sisi track record-nya lebih baik, lebih kuat, lebih bisa diterima semua pihak, lebih berkompeten, dan bahkan lebih berintegritas dari sang incumbent.
Memunculkan asa baru bagi masa depan Banyuwangi tentu dengan program-program yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Artinya, yang benar-benar menjadi kebutuhan masyarakat umum. Untuk urusan logistik, petahana memang cenderung lebih siap.
Oleh karena itu, calon rival atau pendatang baru bisa bereksperimen. Harus lebih kreatif dalam memunculkan strategi pemenangan. Karena peta politik di tanah air sudah berubah sejak terpilihnya Prabowo Subianto sebagai presiden.
Tentu ini bisa menjadi ancaman serius bagi calon petahana. Sebab, petahana adalah kader PDIP. Sementara, peta politik nasional diprediksi akan mengekor ke daerah. Apalagi, ada potensi kader Gerindra di Banyuwangi yang maju di Pilkada.
Seperti Sumail Abdullah yang notabene ketua DPC Gerindra Banyuwangi, KH. Ahmad Munib Syafaat, rektor plus politisi PKB serta Ali Ruchi yang justru maju sebagai calon bupati dari unsur birokrat. Pilihan bagi rakyat, mempertahankan yang lama atau asa harapan baru. Patut ditunggu.
*Penulis: Ali Nurfatoni, sekretaris forum diskusi dapil se-Banyuwangi