OPINI* (SuaraIndonesia.net)–Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani belum sekalipun menyatakan sikap akan kembali maju pada Pilkada tahun ini. Sementara, ada sederet tokoh yang terang-terangan menyatakan sikap hendak bertarung dalam pesta demokrasi yang dihelat tanggal 27 November nanti.
Bukan hanya di kalangan politikus semata, sejumlah tokoh sentral non politik juga menyatakan kesiapannya. Yang menarik adalah justru datang dari kalangan birokrat. Lantas sejauh mana mereka menerka dan membaca peluang sehingga mayoritas warga Banyuwangi pada akhirnya bisa memilihnya?
Sebagai birokrat, kemampuan mereka sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) tentu sudah tidak diragukan lagi. Memiliki kualitas, kapasitas dan integritas yang kuat. Rekam jejak sebagai pelayan masyarakat dan abdi negara harus benar-benar bisa dibuktikan di hadapan publik. Minimal, segala upaya dan jasa bisa dipamerkan ke khalayak ramai.
Sehingga, rakyat bisa mantab dalam menentukan pilihan. Birokrat maju sebagai calon bupati atau wakil bupati tidak cukup sampai disitu. Mereka harus sudah berpengalaman mengurus rakyat. Para ASN senior tentunya yang memiliki bekal yang cukup. Paling tidak, mereka sudah mengabdikan diri sebagai abdi negara mulai dari bawah.
Mereka bisa cukup memahami seluk beluk dan dinamika yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kepentingannya apa, urusannya apa, sampai kebutuhan mendesak yang dirasakan rakyat, mereka bisa cukup paham betul. Oleh karena itu, birokrat yang maju sebagai kandidat tidak ujuk-ujuk “nyalon”. Tidak gegabah dalam bersikap.
Mereka semua juga termasuk orang-orang pilihan yang hidupnya untuk kepentingan negara. Hal ini yang menjadi nilai tambah. Seperti yang disampaikan presiden terpilih versi quick qount, Prabowo Subianto.
Pernyataan dia yang paling diingat rakyat adalah sisa hidupnya akan diberikan untuk rakyat dan kemajuan Indonesia.
Paling tidak, jiwa patriotisme itu tidak diragukan lagi, yaitu abdi negara untuk nusa dan bangsa. Meski demikian, capaian Prabowo selama ini juga dijadikan barometer. Kiprahnya sebagai Menteri Pertahanan juga istimewa. Jika prestasinya minus, kecenderungan rakyat memilihnya juga akan rendah. Oleh karena itu, birokrat yang maju harus bisa membuktikan prestasinya.
Misalnya, dengan sederet pertanyaan begini, apa prestasi saya? Apa yang sudah saya capai di pemerintahan? Apa yang yang sudah saya berikan untuk pelayanan kepada masyarakat? Pengalaman apa saja yang telah saya lakukan? Apakah saya rajin berorganisasi? Apakah saya sudah bisa memberikan prestasi untuk organisasi? Apakah sudah berjasa mengangkat putra-putri terbaik Banyuwangi?
Sebagai seorang birokrat memang harus “gaul”. Mudah menempatkan diri. Mudah beradaptasi dan harus lengkap dari semua sisi. Mereka juga kenyang makan garam, karena bolak-balik mengikuti aturan main dari bupati-bupati sebelumnya.
Nah, birokrat yang sudah terang-terangan maju sebagai calon bupati adalah Ali Ruchi. Dia tergolong orang yang supel. Tidak tedeng aling-aling dan selalu bersahabat dengan siapa saja yang dia kenal. Tidak sok-sok-an meski jadi pejabat. Meski menempati posisi penting di kedinasan, dia tetap enjoy dan terkesan biasa-biasa saja atau bisa dikatakan bukan tipe orang yang elitis.
Bagaimana dengan sepak terjangnya? Dia memiliki jaringan yang cukup solid. Menjadi orang pertama yang mendirikan cabang olahraga anggar di Banyuwangi dan menghasilkan sederet prestasi lokal hingga nasional. Bukan gemen-gemen, dia kini juga dipercaya sebagai pengurus Ikatan Anggar Seluruh Indonesia (IKASI). Benar-benar istimewa.
Selain dia, ada juga sosok birokrat yang kaya pengalaman juga berpotensi maju sebagai “jago”. Dia adalah Guntur Priambodo. Saat ini, dia dipercaya bupati sebagai Kepala Dinas PU Pengairan. Tetapi, beda dengan Ali Ruchi, tokoh yang hobi bersepeda ini sekalipun belum pernah menyatakan sikap akan jadi jago. Walaupun, dia masuk kriteria yang layak sebagai bupati maupun wakil bupati.
Sebagai birokrat senior, pengalamannya cukup luas. Saking cintanya terhadap dunia olahraga, dia juga terjun sebagai pengurus di dalamnya. Sebut saja, jadi ketua tenis meja, ketua catur, ketua angkat besi, ketua pencak silat, ketua sepeda. Dia juga tercatat sebagai ketua sepeda (Ikatan Sepeda Sport Indonesia) Jatim. Dia adalah sosok penting dibalik digelarnya tour de Ijen di Banyuwangi. Wow, luar biasa.
Sosok kompeten lagi adalah Mujiono, Sekretaris Daerah Kabupaten Banyuwangi. Dia termasuk ahli dalam manajemen. Modal pengalaman yang kuat menjadikan dia masuk bursa calon P1 atau P2. Dia cukup disegani di kalangan ASN. Kiprah lainnya, cukup banyak. Sebut saja ketua bulutangkis se-Banyuwangi. Sayang sekali, dia juga belum ada tanda-tanda hendak maju sebagai calon meskipun punya kapasitas menjadi jago.
Kebetulan, sederet tokoh birokrat itu sama-sama cenderung suka dengan dunia olahraga. Mereka semua layak memimpin Banyuwangi dengan segala dinamikanya. Lantas siapa yang lebih layak dan unggul? Masih ada waktu untuk melakukan lobi-lobi dengan para petinggi partai untuk mendapatkan tiket. Ingat, tidak sedikit dalam momentum pilkada diwarnai kejutan. Siapa jadi bupati atau wakil bupati? Patut dinanti.
*Penulis: Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Grup se-Banyuwangi