OPINI* (SuaraIndonesia.net)–Grup WhatsApp dengan nama Forum Diskusi Dapil Se-Banyuwangi semakin ramai. Aneka tema yang dibahas sangat terukur dan tidak ngawur. Pembahasan yang menjadi poin penting akhir-akhir ini adalah tentang fenomena pergantian kepengurusan PCNU Banyuwangi masa khidmat 2018-2023.
Ya, forum yang didirikan sejak beberapa bulan menjelang Pilpres itu sangat dinamis. Betapa tidak, anggota grup terdiri dari para ketua partai, para caleg (gagal maupun non gagal/lolos), lintas partai. Para akademisi, pemerhati politik, aktivis sosial, lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ada juga para kiai, akademisi, para rektor, pimpinan organisasi jurnalis baik media cetak maupun online, pengurus partai, tokoh lokal maupun tokoh nasional menjadi anggota di grup tersebut.
Pemerhati desa, pendamping PKH, hingga PPK, komisioner Bawaslu, hingga para calon anggota KPU juga ada disitu. Staf ahli DPR, Notaris, pegiat olahraga, advokat, tokoh pemuda, tokoh wanita, anggota DPR mulai dari dari pusat hingga daerah semua tumpek-blek berkumpul menjadi satu kesatuan yang utuh.
Bahkan, sejumlah nama calon bupati juga mewarnai dan hadir ikut menyimak fenomena grup diskusi yang menyehatkan itu.
Sejumlah birokrat “penting” pelaksana kebijakan pemerintah Kabupaten Banyuwangi juga ada. Para ahli metafisika dan sederet dukun dengan organisasi Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) juga tampak aktif membahas ketika topik yang mengudara dibahas. Maka, sangat lengkap lah forum diskusi yang menyehatkan itu. Kepentingan utamanya adalah kepentingan Banyuwangi semata.
Akhir-akhir ini pembahasan yang disajikan tentang munculnya karateker PCNU Banyuwangi. PBNU telah sah dan menunjuk H. Choirul Sholeh Rasyid sebagai ketua pelaksana dan KH. Athoillah Salahuddin sebagai Rois Suriah PCNU.
Tentu, beberapa pihak terutama para pengurus lama yang menjadi anggota grup merespon dengan super dahsyat. Terkesan tidak terima apa yang dilakukan PBNU terhadap kepengurusan PCNU dibawah nahkoda KH. Mohammad Ali Maki Zaini.
Sementara, beberapa “orang” yang berseberangan pun tetap berargumentasi bahwa itu semua adalah keputusan PBNU dan harus diterima dengan semua pihak.
Misalnya, tentang prestasi PCNU Banyuwangi yang dianggap tidak mendapatkan apresiasi oleh PBNU. Padahal, prestasi ormas Islam terbesar di Banyuwangi cukup melimpah meraih penghargaan. Misalnya, menjadi the best PCNU se Jawa timur yang digagas oleh PWNU Jawa timur beberapa waktu lalu.
Tetapi, dengan prestasi itu tampaknya juga tidak cukup menjadi dasar bagi PBNU. Sebab, PCNU Banyuwangi dianggap gagal dan tidak bisa menjalankan konferensi hingga dua kali masa perpanjangan dan berakhir Januari kemarin.
Tapi, faktanya PCNU juga sudah berkirim surat ke PBNU hingga dua kali. Meski demikian, surat tersebut masih dianggap tidak berlaku karena surat permohonan yang yang dilayangkan PCNU tidak memenuhi unsur keabsahan.
Salah satunya adalah tidak ada tanda tangan khatib, yaitu KH. Sunandi Zubaidi. Justru, wakilnya yang teken tanda tangan. Padahal kiai pengasuh Ponpes di Desa Badean, Kecamatan Rogojampi itu masih aktif.
Pada bagian lain, fenomena surat menyurat dan balasan surat itu menimbulkan polemik baru. PBNU menilai bahwa PCNU dianggap mengalami disharmosi antar kepengurusan, salah satu pertimbangan itu yang membuat PBNU mengambil keputusan final.
Fenomena pergantian kepengurusan seolah-olah mengamputasi kiprah dan sepak terjang PCNU Banyuwangi.
Tiba-tiba pengurus baru melakukan konferensi pers dan mengumpulkan sejumlah pengurus MWC. Hanya ada sekian pengurus lama yang pro karateker yang hadir di aula PCNU Banyuwangi kemarin sore (17 Maret 2024).
Sederet pengurus pro karateker menegaskan, bahwa keputusan PBNU itu harus dihormati. Meski demikian, perlu digaris bawahi bahwa keputusan adanya karateker itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan momentum Pemilihan Bupati yang digeber 27 November nanti.
“Juga tidak ada hubungannya dengan pendopo”. Jadi, bisa diluruskan bahwa keputusan PBNU untuk PCNU Banyuwangi murni karena kesalahan fatal dari PCNU Banyuwangi. Demikian bunyi yang disampaikan salah satu dedengkot yang pro karateker.
Pada perkembangannya dan klimaknya, KH. Mohammad Ali Maki Zaini menerima keputusan tersebut dengan lapang dada. Mohon maaf atas segala khilaf. Meskipun, loyalisnya tersulut emosi dan tidak bisa menerima kenyataan pahit tersebut.
Yang jelas, PBNU memberikan tugas kepada pengurus karateker untuk melaksanakan konferensi paling lambat tiga bulan ke depan yang artinya sebelum Pilkada digelar.
Semoga bisa menjalankan amanah dan semoga tidak ada perpanjangan karateker. Dan, semoga saja organisasi Islam terbesar di Banyuwangi itu tidak sampai di persimpangan jalan. Kita tunggu saja.
*Penulis: Ali Nurfatoni, Sekretaris Forum Diskusi Dapil se-Banyuwangi