BANYUWANGI (SuaraIndonesia.net)–Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) yang akan berlangsung pada 25 Oktober 2023 mendatang, hendaknya dijalani saja dengan santai dan riang gembira. Jangan sampai ajang demokrasi dalam Pilkades malah menimbulkan permusuhan dan rusaknya jalinan persaudaraan.
Hal itu disampaikan Moh. Husen usai menghadiri suatu acara yang enggan ia sebutkan di kantor Balai Desa Kabat, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi, pada Rabu 4 Oktober 2023. Sebagai pemerhati sosial sekaligus penulis esai di media online, Husen sapaan akrabnya, punya metafor menarik terkait Pilkades ini.
“Pertama, saya ucapkan selamat kepada para bakal calon kades yang hari ini diresmikan oleh panitia Pilkades sebagai calon kades. Semoga lancar, damai, jangan sampai ada permusuhan dan rusaknya persaudaraan,” ujarnya, Rabu (4/10/2023).
Pria domisili Desa Rogojampi ini, lantas menuturkan metafor Keledai Abu Nawas terkait Pilkades yang akan berlangsung pada 25 Oktober 2023 mendatang. Perlu diketahui hari ini, Rabu 23 Oktober 2023, sebanyak 51 Desa yang mengikuti Pilkades di Banyuwangi telah memasuki tahapan Penetapan Calon Kepala Desa dan Deklarasi Damai.
“Saya akan sampaikan pendapat saya mengenai Pilkades ini menggunakan metafora Abu Nawas saja ya. Agar tidak tegang dan kita semua bisa riang gembira menjalani proses demokrasi dalam Pilkades,” terangnya sembari senyum dan tertawa kecil.
Selanjutnya Husen mengkisahkan, bahwa Abu Nawas suatu hari hendak menjual kambingnya di pasar. Di tengah jalan dia ditipu oleh lima orang pencuri yang sengaja memperdayai Abu Nawas sebagai trik baru dalam aksi pencuriannya.
Pencuri pertama, kata Husen, bertanya kepada Abu Nawas, mau dibawa kemana keledai kamu ini Abu Nawas? Abu Nawas membantah bahwa yang ia bawa adalah kambing bagus dan mahal, bukan keledai. Hingga pencuri yang keempat menanyakan hal yang sama, dan Abu Nawas terus membantah kalau yang ia bawa adalah kambing.
Begitu ketemu pencuri yang kelima, lanjut Husen, Abu Nawas mulai ragu-ragu, bahwa jangan-jangan yang ia bawa benar-benar seekor keledai, bukan seekor kambing. Akhirnya Abu Nawas bilang, kalau dia mau menjual keledainya, lantas dibelilah kambing Abu Nawas oleh pencuri itu seharga keledai yang murah.
“Jadi, cukup lima kali kambing disebut keledai Abu Nawas langsung percaya kalau itu benar-benar keledai. Nah, pesan sederhananya, kambing itu tetap kambing walaupun disebut keledai berjuta-juta kali oleh siapapun atau sebaliknya,” tutur Husen.
Dia berharap, masyarakat jangan sampai mengira kambing adalah keledai karena mendapat guyuran informasi atau rasan-rasan yang salah di masyarakat. Artinya, menurut Husen, mumpung ada kesempatan Pilkades, masyarakat jangan sampai salah pilih pemimpin.
“Masyarakat harus kritis terhadap informasi dan sebaiknya tahu pemimpin yang berkualitas bagi desa setempat. Jangan gampang terperdaya oleh informasi yang akhirnya kambing dipercaya sebagai keledai dan keledai dipercaya sebagai kambing. Masyarakat bakal mendapat pemimpin yang menyengsarakan, jika salah pilih,” pungkasnya. (ksm)